Upaya Peningkatan
Penggunaan Produk Dalam Negeri: suatu
kajian literatur
Oleh: Mukhlis*)
Prakata Pembuka
Bicara tentang
produk dalam negeri, tidak akan pernah habisnya untuk selalu dibahas. Orang
bijak bilang, mencintai produk dalam negeri adalah satu wujud nasionalisme seseorang
selaku warganegara. Makna kata ini sempat menghentikan “degup jantung” sesaat
siapapun yang mendengar atau membaca slogan tersebut. Seolah kita tersadar
bahwa selama ini kita telah mengabaikan hal penting sederhana yang seharusnya
kita topang untuk tumbuh berkembang. Masih segar diingatan saya, saat masih
duduk dibangku kuliah. Dosen saya mengajarkan betapa penting mencintai produk
dalam negeri…, betapa besar manfaat yang akan diterima bila produk dalam negeri
menjadi primadona di negeri sendiri, dan sebagainya.
Tak pelak
memang upaya peningkatan penggunaan
produk dalam negeri menjadi hal banal diperbincangkan sampai pada “warung kopi”.
Sinisme terhadap produk dalam negeri selalu terdengar saat orang berbicara
mengenai hal tersebut. Selentingan wujud tentang mutu, harga, konten local
dalam produk menjadi momok yang membuat “produk” dalam negeri menjadi tidak
terlalu disukai. Belum lagi budaya “import
minded” yang membudaya di kalangan masyarakat, utamanya menengah ke atas.
Seolah prestise seseorang akan
menjadi semakin naik dengan menggunakan produk impor. Dari sudut pandang saya
selaku konsumen, hal ini wajar terjadi. Harus diakui, konsumen terkadang lebih
mengkedepankan “hasrat” ketimbang logika saat mengkonsumsi barang atau jasa.
Karena mereka tidak berkepentingan dengan muara akhir dari aktivitas yang
mereka lakukan. Sebaliknya kalau sudut pandang ini dialihkan pada pemerintah
atau “produsen” yang menjadi residen utama pelaku ekonomi suatu negara. Ada
semacam tanggung jawab moral yang diemban. Aktivitas yang dilakukan harus
memberikan kemaslahatan bagi umat. Banyak yang menjadi pertimbangan saat suatu
aktivitas dilakukan, termasuk saat suatu
kebijakan digelontorkan. Muara akhirnya tak pelak pasti kepada kesejahteraan
masyarakat.
|
Gerakan cinta
produk dalam negeri melalui peningkatan penggunannya tidak akan berhasil jika
produk yang ditawarkan tidak berdaya saing dibanding produk impor. Inovasi
menjadi kunci yang tak bisa ditawar. Sayangnya, paradigma pembangunan ekonomi
Indonesia yang berbasis teknologi masih lemah, sehingga budaya inovatif menjadi
tidak muncul. Bagaimana mungkin dapat bersaing bila inovasi pun tak ada? Apa
kata dunia?
Kondisi Saat Ini: Pertumbuhan Ekonomi Dan Konsumsi Masyarakat
Indonesia
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan
ekonomi Indonesia pada triwulan I-2013 sebesar 6,2 persen persen dibanding
tahun sebelumnya. Pertumbuhan ekonomi tersebut didorong oleh prospek pemulihan
kinerja eksternal dan permintaan domestic yang kuat. Motor penggerak pertumbuhan masih didominasi oleh
konsumsi rumah tangga dan investasi. Pertumbuhan konsumsi masyarakat pada
triwulan I-2013 sebesar 5,4 persen atau meningkat 0,2 persen disbanding tahun
sebelumnya. Hal ini disebabkan kuatnya keyakinan konsumen dan peningkatan daya
beli masyarakat.
Sedangkan untuk
Provinsi Sumatera Selatan, kecenderungannya hampir sama. Bank Indonesia (BI) memprediksi perekonomian
Sumatera Selatan pada triwulan II-2013 tumbuh lebih tinggi dibanding triwulan
I-2013 yang mencapai 6,2 persen. Sumber utama pertumbuhan masih berasal dari
konsumsi rumah tangga sebesar 7,3 persen.
Menurut penelitian CIDES (2013),
peningkatan daya beli masyarakat dan tingginya kepercayaan konsumen mendorong
perkembangan konsumsi masyarakat. Peningkatan jumlah kelas menengah juga ikut mendorong
konsumsi masyarakat. Orang-orang yang memiliki pendapatan sekitar dua dolar per
hari mencapai 45 persen dari jumlah penduduk. Dapat
dibayangkan betapa besar peranan pengeluaran konsumsi rumah tangga dalam
menyokong pertumbuhan ekonomi suatu daerah. Akan tetapi, pengeluaran konsumsi
yang besar ini harus konsisten mendukung penggunaan produk dalam negeri. Sehingga
perputaran uang tidak akan terlalu besar “lari” ke daerah atau Negara lain.
Tidaklah
mengherankan jika Pemerintah berupaya memaksimalkan potensi daya beli
masyarakat ini melalui gerakan mencintai produk dalam nageri. Disamping memang
pemberlakuan ASEAN Free
Trade Area (AFTA) mulai dari 1 Januari 2010 lalu. Banyak manfaat yang
diperoleh, tidak hanya konsumen tetapi juga untuk para produsen, karena
produsen dapat memasarkan barang produksinya dengan harga yang lebih kompetitif
juga dapat membuka akses ke-luar yang lebih besar lagi dengan pengenaan tarif
yang relatif rendah. Untuk melindungi industry dalam negeri terhadap penguasaan
dari pihak asing, maka pemerintah khususnya pemerintah daerah,disarankan untuk
mengalokasikan dana dari APBD untuk mendukung Gerakan Cinta Produk Indonesia
(GCPI). GCPI ini merupakan satu-satunya palang pintu untuk menghalangi produk
asing dalam menguasai pasar dalam negeri terkait AFTA+China yang sudah
diberlakukan mulai awal 2010.
Gambar 1.1. Siklus
Gerakan Cinta Produk Dalam Negeri
Salah
satu Program yang sedang dijalankan pemerintah adalah Program Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN),
yang merupakan upaya Pemerintah untuk mendorong masyarakat agar lebih
menggunakan produk dalam negeri dibandingkan produk impor. Dalam
rangka mengoptimalkan Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri dikeluarkan
Inpres No 2 tahun 2009 tentang penggunaan produk dalam negeri, dimana inpres ini
mengacu pada Kepres No 8 tahun 2003 tentang pedoman pelaksanaan pengadaan barang
dan jasa yang belum dilaksanaka n secara maksimal dalam rangka meningkatkan
P3DN dilingkungan instansi pemerintah. Kebijakan umum pemerintah dalam
pengadaan barang dan jasa adalah meningkatkan penggunaan produksi dalam
negeri, rancang bangun dan perekayasaan nasional yang sasarannya adalah
memperluas lapangan kerja dan mengembangkan industri dalam negeri dalam rangka
meningkatkan daya saing barang dan jasa produksi dalam negeri pada perdagangan
internasional. Instansi pemerintah wajib memaksimalkan penggunaan barang/jasa
hasil produksi dalam negeri termasuk rancang bangun dan perekayasaan nasional
dalam pengadaan barang dan jasa dan memaksimalkan penggunaan penyedia barang
dan jasa nasional.
Dalam
Inpres No 2 tahun 2009 tentang penggunaan produk dalam negeri diinstruksikan agar
memaksimalkan penggunaan barang dan jasa hasil produksi dalam negeri termasuk rancang
bangun dan perekayasaan nasional serta penggunaan penyedia barang/jasa
nasional. Memberikan preferensi harga untuk barang produksi dalam negeri dan
penyedia jasa pemborongan nasional kepada perusahaan penyedia barang/jasa.
Tinjauan Program Cinta
Produk Indonesia Berdasarkan Pada Pengembangan Masyarakat
Program
ini pada dasarnya adalah suatu bentuk barrier
to entry penguasaan pasar dalam
negeri oleh produk asing yang masuk di pasar Indonesia terkait AFTA+China. Pada
nyatanya produk Indonesia seringkali
masih “terabaikan” di negeri sendiri. Meskipun disadari bersama bahwa cukup
banyak produk dalam negeri yang memiliki kualitas yang tidak kalah dengan
produk dari luar. Seringkali terlupa, bahwa cinta produk Indonesia berarti
turut membantu menumbuhkan industri dalam negeri, bahkan secara langsung akan
menggerakkan kegiatan pembelian produk dalam negeri, dan otomatis membantu
bergeraknya roda perekonomian masyarakat, serta mengurangi ketergantungan
terhadap pihak luar (negara-negara lain).
Upaya
yang telah dilakukan pemerintah antara lain adalah dengan memperkenalkan
berbagai produk kulit hasil produksi dalam negeri melalui kegiatan pameran di
berbagai daerah. Gerakan mencintai produk dalam negeri akan sangat berguna
untuk menumbuhkembangkan rasa nasionalisme. Saat kesemuanya terwujud, maka
upaya pemberdayaan produk Indonesia supaya memiliki daya saing akan semakin
terwujud nyata dan mampu bersaing di pasar sejagatan.
Upaya
yang dilakukan oleh pemerintah ini perlu didukung oelh semua lapisan
masyarakat. Sehingga ekquilibrium
antara pemerintah, produsen dan konsumen dapat terjadi. Sekarang baru upaya
dari sisi konsumen untuk mencintai produk
dalam negeri Ke depan produsen pun
harus mengembangkan slogan “produsen
cinta konsumen”. Perlakukan konsumen sebagai raja bukan sebagai objek
mencari keuntungan semata. Dengan demikian, maka gerakan pemerintah ini akan
menjadi holistik sifatnya. Semuanya
harus saling melengkapi jika ingin roda perekonomian masyarakat Indonesia terus
berputar, terutama bagi masyarakat yang menggantungkan hidupnya dari bidang
industri kecil dan menengah.
Peningkatan Penggunaan Produksi
Dalam Negeri: Apa solusinya?
Minimnya budaya
inovasi dan minat terhadap produk dalam negeri akan mengancam industri lokal. Berdasar
data Kementerian Negara Riset dan Teknologi yang mengutip data Bank Dunia daya
serap teknologi di Indonesia tergolong rendah dibanding negara-negara lain di
ASEAN dan Asia Pasifik tercatat,per 2006 daya serap teknologi di tingkat
perusahaan Indonesia hanya meraih skor 4,5. Angka ini di bawah Filipina (4,9),
China (5,1),Vietnam (5,2),Thailand (5,3), Malaysia (5,8), dan Korea Selatan
(5,9). Dengan demikian, upaya lebih keras lagi untuk membudayakan inovasi dan
cinta produk dalam negeri di masyarakat diperlukan. (Kompas, 2012)
Indonesia
mungkin layak meniru trik inovasi Negara China dan Jepang melalui pola ATM (Amati, Tiru dan Menambah). Inovasi tidak
harus berupa penemuan baru. Produk dapat dikatakan inovatif dengan memodifikasi
produk yang sudah ada dengan menambah ciri khas tersendiri melalui pertimbangan
factor kualitas, fungsi, dan harga (Sato, 2012). Di Negara Jepang, gerakan
mencintai poduk dalam negeri tidak serta merta terjadi. Tetapi butuh waktu 10
tahun sejak dimulai era 1960-an. Gerakan ini murni tumbuh berkembang di
kalangan masyarakat yang kemudian didukung oleh pemerintah setempat. Bentuk
dukungan pemerintah melalui kemudahan fasilitas kredit dan modal kerja
bagi pengusaha local. Kesuksesan Jepang dalam membudayakan produk dalam negri
bukan tanpa hambatan. Tidak sedikit produk yang gagal ketika dilakukan inovasi.
Tetapi keuletan dan etos kerjalah yang pada akhirnya membuat gerakan tersebut
berhasil.
Bagi Indonesia,
upaya peningkatan penggunaan produk dalam negeri harus dilakukan dengan
terlebih dahulu memetakan komoditi unggulan yang dimiliki. Produk unggulan
tidak perlu banyak, bisa hanya satu atau beberapa untuk dijadikan ikon sukses
Indonesia. Yang penting produk unggulan ini harus murni karya anak bangsa
dengan merk dan ciri khas Indonesia. Jika sudah demikian, konsumen atau
masyarakatlah yang memilih akan membeli produk yang mana. Jika sudah lebih
berdaya saing,produk dalam negeri Indonesia bisa dipastikan akan diminati
masyarakat. Dampak positifnya, industri lokal bisa menjadi raja di negeri
sendiri. Indonesia harus bekerja keras untuk memunculkan produk inovatif dan
unggulan. Karena saingan sudah semakin banyak, terutama saingan dari Negara
China dan India. (Kompas, 2012).
Paradigma kita
selaku warga Negara Indonesia, utamanya pelaku ekonomi harus diubah. Selama ini
masyarakat Indonesia terkesan “nyeri” dan “kurang percaya diri” kalau mendengar
kata “inovasi”. Jika Indonesia ingin sukses
dalam percaturan perdagangan sejagatan, inovasi dan fortifikasi adalah hal mutlak yang harus dilakukan. Arus
globalisasi sudah semakin tidak terbendung, upaya pertahanan harus dilakukan
dengan membudayakan paradigm cinta produk dalam negeri dengan bukan hanya di
bibir, tetapi terpatri mendalam di lubuk sanubari. Meski selama ini, disadari
atau tidak, Kita semua telah
terperangkap dengan kebanggan memakai produk dari luar. Kita harus yakin mampu
keluar dari perangkap tersebut. Pasar Indonesia yang sangat potensial dengan
jumlah penduduk sekitar 230 juta jiwa serta melihat peluang
Indonesia yang memiliki begitu banyak usaha kecil. Terutama pada barang-barang
kreatif yang kemudian dapat menjadi komoditas ekspor ke mancanegara. Hal ini
patut menjadi pertimbangan.
Terdapat
solusi untuk peningkatan penggunaan produk dalam negeri, antara lain:
1.
Optimalisasi
Program P3DN Untuk Menumbuhkan Industri Dalam Negeri
Sistim
Perdagangan yang semakin terbuka dengan tandem
sejagatan ditandai dengan masuknya produk-produk Cina dan Asean lainnya secara
bebas (ACFTA) membuat masing-masing Negara dituntut untuk mengoptimalkan sumber
daya nya dalam menghasilkan produ-produk inovatif dan dapat bersaing di pasar local
maupun global. Negara sangat bergantung pada daya saing daerah, sehingga perlu
dikembangkan kompetensi inti daerah , karena kompetensi inti dapat menjadikan
kunci keberhasilan dalam menentukan arah pembangunan sesuai dengan keunggulan
daya saing yang dimiliki serta mencegah penggunaan sumber daya yang tidak
efisien.
Sepuluh
butir pengarahan Presiden RI tentang langkah-langkah menghadapi krisis keuangan
dunia salah satunya adalah menggalakkan kembali penggunaan produk dalam negeri
dalam rangka meningkatkan pasar domestik dan untuk dimanfaatkan sebesar
besarnya oleh produk buatan Indonesia. Peningkatan penggunaan produksi dalam
negeri dapat digunakan untuk menumbuhkan industri dan pada gilirannya akan
menyerap tenaga kerja yang pada akhirnya akan mengurangi tingkat pengangguran
(Fasochah, 2011: 3-4).
2.
Memetakan
Potensi Pasar Produk Dalam Negeri
Memetakan
potensi pasar P3DN menjadiu urgen sifatnya untuk selalu dilakukan. Tercatat
selama ini ada beberapa sektor yang berpotensi yang bisa diandalkan dalam
peningkatan produk dalam negeri antara lain:
- Sektor Migas yang meliputi : Kontraktor Kontrak Kerja Sama(K3S).
- Sektor Energi,yang meliputi: Pengadaan tabung LPG,Kompor Gas dan perlengkapannya; Program Pembangkit Tenaga Listrik.
- Sektor Telekomunikasi,yang meliputi : Program Palapa Ring(Jaringan Fiber Optic); Program Broadband Wireless Access(BWG); Wimax (Koneksi Internet)
- Sektor Pertahanan,yang meliputi: Pengadaan Alutsista
- Sektor Kesehatan yang meliputi : Pengadaan alat kesehatan (ALKES)
- Sektor Transportasi, yang meliputi: Kapal, Kendaraan Bermotor, Pesawat Terbang, Kereta Api.
- Sektor Pakaian Dan Kelengkapan Kerja. Pada saat ini,penggunaan pakaian kerja dan sepatu beserta assesoris lainnya dilingkungan TNI/PNS dan Guru sudah banyak menggunakan produksi dalam negeri namun masih perlu didorong untuk dioptimalkan. Sebagai gambaran potensi Industri dalam negeri telah mampu memproduksi: Pakaian Kerja (Seragam) untuk TNI/POLRI/PNS/GURU,Perbankan, Hotel, Rumah Sakit dan Sekolah, Sepatu Kulit Formal /Kasual ,Sepatu Olah Raga, Sepatu Pengaman dan Sepatu TNI/POLRI beserta assessorisnya, dan Batik tulis/Cap.
Penggunaan
seragam saat ini sudah semakin berkembang karena penggunaan seragam dapat mencerminkan
identitas lembaga instansi, menjadi alat pemersatu, sebagai alat kontrol dan peningkatan
disiplin serta melesterikan nilai-nilai budaya .
Bila dilihat
dari potensi yang dapat menggunakan seragam antara lain PNS termasuk Guru (lebih
kurang 4 juta), Anak usia sekolah(lebih
kurang 64 juta) diasumsikan 50% diantaranya sekolah (32 juta),TNI/POLRI(750 ribu)
dan lainnya 3 juta berarti ada 39 juta 750 ribu yang berpotensi menggunakan seragam.
Dengan asumsi masing-masing dalam satu tahun setiap orang menggunakan dua stell
pakaian dan dua pasang sepatu maka secara nasional peluang pasar untuk produk garmen,
pakaian jadi dan sepatu sangat besar. Apabila juga diwajibkan memakai kemeja
/blous batik dua kali satu minggu , maka secara langsung akan menghidupkan
industri batik yang
umumnya industri
kecil menengah.
3.
Dukungan
Dari Lembaga Pemerintah Dalam Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri.
Upaya
Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri diperlukan dukungan dari beberapa pihak
baik swasta maupun lembaga Pemerintah baik Pusat maupun Daerah serta BUMN/BUMD.Tanpa
dukungan dari beberapa pihak peningkatan penggunaan produk dalam negeri tak ada
artinya. Bentuk dukunag itu contohnya:
- Dukungan Departemen Luar Negeri, dengan cara: 1) mewajibkan kepada seluruh PNS Pusat dan Perwakilan di luar negeri untuk menggunakan seragam termasuk alas kaki ,dan peralatan lainnya hasil produksi dalam negeri; 2) mengusulkan seragam batik produksi dalam negeri pada hari-hari tertentu setiap minggu kepada seluruh PNS di pusat maupun Perwakilan Luar Negeri; 3) mengusulkan penggunaan kendaraan produksi dalam negeri bagi kantor-kantor perwakilan di luar negeri.
- Dukungan Departemen Dalam Negeri dengan cara: 1) mewajibkan untuk PNS Pusat untuk menggunakan seragam termasuk alas kaki dan peralatan lainnya hasil produksi dalam negeri; 2) mengusulkan penggunaan seragam batik hasil produksi dalam negeri pada hari-hari tertentu setiap minggu pada seluruh PNS; 3) membuat surat edaran kepada Gubernur/Bupati dan Walikota yang menegaskan kewajiban penggunaan seragam kerja hasil produksi dalam negeri bagi PNS termasuk Guru.
- Dukungan Tentara Nasional Indonesia, dengan cara: 1) mewajibkan kepada seluruh anggota TNI untuk menggunakan seragam termasuk alas kaki dan perlengkapan lainnya hasil produksi dalam negeri; 2) mengusulkan penggunaan seragam batik hasil produksi dalam negeri pada hari-hari tertentu setiap minggu pada anggotanya.
- Dukungan Polisi Republik Indonesia, dengan cara: 1) mewajibkan kepada seluruh PNS/POLRI untuk menggunakan seragam termasuk alas kaki dan perlengkapan lainnya yang diperlukan sejauh memungkinkannya hasil produksi dalam negeri; 2) mengusulkan penggunaan seragam batik produksi dalam negeri pada hari-hari tertentu setiap minggunya kepada seluruh PNS-POLRI maupun petugas yang tidak sedang wajib berpakaian seragam dalam tugas maupun petugas administrasi.
- Dukungan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, dengan cara: 1) mewajibkan kepada seluruh siswa /pelajar untuk menggunakan seragam termasuk alas kaki dan perlengkapan lainnya hasil produksi dalam negeri; 2) mengusulkan penggunaan seragam batik hasil produksi dalam negeri pada hari-hari tertentu setiap minggu kepada seluruh siswa/pelajar seluruh Indonesia di dalam negeri dan perwakilan luar negeri; 3) mengusulkan peralatan kebutuhan belajar mengajar produksi dalam negeri bagi sekolahsekolah; 4) mengajak Guru-Guru termasuk yang tergabung dalam PGRI untuk menggunakan seragam termasuk alas kaki dan perlengkapan lainnya hasil produksi dalam negeri
- Dukungan Lembaga kebijakan Pemerintah dengan cara membuat kebijakan pemerintah yang mengoptimalkan penggunaan hasil produksi dalam negeri.
- Dukungan dari Pihak Swasta (Hotel,Perbankan, Rumah Sakit, Pabrik, dan lain-lain) dengan cara: 1) mewajibkan seluruh karyawannya untuk menggunakan seragam hasil produksi dalam negeri termasuk alas kaki dan perlengkapan lainnya; 2) mewajibkan kepada seluruh karyawannya untuk menggunakan seragam batik hasil produksi dalam negeri pada hari-hari tertentu setiap minggunya
Selain
dukungan dari pihak-pihak tersebut diatas diharapkan kepada seluruh
masyarakat
Indonesia untuk mendukung hasil produk dalam negeri dan menggunakan hasil produksi
dalam negeri dalam segala hal kebutuhannya, dengan semboyan “ Aku
Bangga Menggunakan Produk Buatan Indonesia”. Semoga dengan cara seperti
ini produk lokal Indonesia dapat menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Utamanya
pengharapan adanya wujud nyata peningkatan
produk dalam negeri kiranya tidak hanya menjadi “harapan semu”, akan
tetapi mesti dan wajib menemui muara akhir sesuai dengan yang diharapkan
bersama.
Simpulan
Upaya peningkatan penggunaan produk dalam negeri
adalah hal yang urgen sifatnya untuk
terus menerus dilakukan. Hal ini merupakan suatu solusi untuk menggairahkan
produk domestik yang akan membuka ladang kesempatan kerja bagi masyarakat
banyak, sehingga akan berdampak pada pengurangan pengangguran, naiknya income
perkapita masyarakat serta laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi bagi suatu Negara,
Indonesia pada khususnya.
Referensi
Badan Pusat Statistik Sumsel,
2013
Bank Indonesia, Kinerja Ekonomi
Regional Sumsel 2013
Bisnis Indonesia,Industri
Nasional perlu Adopsi KonsepTechnovation,20 April 2009
CIDES, 2013
Departemen Perindustrian,Kondisi
Saat ini dan Langkah-Langkah Antisipasi Sektor Industri Menghadapi Krisis
Global,April 2009.
Departemen Perindustrian,
Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri, April 2009.
Fasochah, Peningkatan Penggunaan
Produk Dalam Negeri (P3DN) dalam Menghadapi Dampak Krisis Global, makalah, 2011
INPRES, No 2 Th 2009, tentang
Penggunaan Produk Dalam Negeri Dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
KEPRES,No 80 Th 2003, Tentang
Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Kompas, 2010, 2011, 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar