Kamis, 29 Januari 2015

Cintai Produk Dalam Negeri



Upaya Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri: suatu kajian literatur

Oleh: Mukhlis*)


Prakata Pembuka
Bicara tentang produk dalam negeri, tidak akan pernah habisnya untuk selalu dibahas. Orang bijak bilang, mencintai produk dalam negeri adalah satu wujud nasionalisme seseorang selaku warganegara. Makna kata ini sempat menghentikan “degup jantung” sesaat siapapun yang mendengar atau membaca slogan tersebut. Seolah kita tersadar bahwa selama ini kita telah mengabaikan hal penting sederhana yang seharusnya kita topang untuk tumbuh berkembang. Masih segar diingatan saya, saat masih duduk dibangku kuliah. Dosen saya mengajarkan betapa penting mencintai produk dalam negeri…, betapa besar manfaat yang akan diterima bila produk dalam negeri menjadi primadona di negeri sendiri, dan sebagainya.
Tak pelak memang  upaya peningkatan penggunaan produk dalam negeri menjadi hal banal diperbincangkan sampai pada “warung kopi”. Sinisme terhadap produk dalam negeri selalu terdengar saat orang berbicara mengenai hal tersebut. Selentingan wujud tentang mutu, harga, konten local dalam produk menjadi momok yang membuat “produk” dalam negeri menjadi tidak terlalu disukai. Belum lagi budaya “import minded” yang membudaya di kalangan masyarakat, utamanya menengah ke atas. Seolah prestise seseorang akan menjadi semakin naik dengan menggunakan produk impor. Dari sudut pandang saya selaku konsumen, hal ini wajar terjadi. Harus diakui, konsumen terkadang lebih mengkedepankan “hasrat” ketimbang logika saat mengkonsumsi barang atau jasa. Karena mereka tidak berkepentingan dengan muara akhir dari aktivitas yang mereka lakukan. Sebaliknya kalau sudut pandang ini dialihkan pada pemerintah atau “produsen” yang menjadi residen utama pelaku ekonomi suatu negara. Ada semacam tanggung jawab moral yang diemban. Aktivitas yang dilakukan harus memberikan kemaslahatan bagi umat. Banyak yang menjadi pertimbangan saat suatu aktivitas dilakukan, termasuk saat  suatu kebijakan digelontorkan. Muara akhirnya tak pelak pasti kepada kesejahteraan masyarakat.
*) Staf Pengajar FE Unsri
**) Disampaikan pada acara Sosialisasi Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Nageri, Palembang 30 Mei 2013
 
Gerakan mencintai produk dalam negeri ini menjadi tanggung jawab seluruh lapisan masyarakat. Slogan/himbauan terkadang tidak mencukupi. Saya teringat buku tentang perang “Bharatayudha”, dimana Kaniska penasehat Prabu Yudhistira berkata: “ …seorang raja suatu saat memang perlu buta dan tuli supaya titahnya didengar dan dilaksanakan..”. Makna kalimat ini bukan terletak pada “buta” atau “tuli”-nya. Akan tetapi lebih kepada pendalaman makna bahwa kebijakan yang dikeluarkan memang harus dan wajib dijalankan. Selama kebijakan tersebut memang berpihak kepada rakyat banyak dan tidak hanya berjalan satu sisi (timpang keberpihakan_red).
Gerakan cinta produk dalam negeri melalui peningkatan penggunannya tidak akan berhasil jika produk yang ditawarkan tidak berdaya saing dibanding produk impor. Inovasi menjadi kunci yang tak bisa ditawar. Sayangnya, paradigma pembangunan ekonomi Indonesia yang berbasis teknologi masih lemah, sehingga budaya inovatif menjadi tidak muncul. Bagaimana mungkin dapat bersaing bila inovasi pun tak ada? Apa kata dunia?


Kondisi Saat Ini: Pertumbuhan Ekonomi Dan Konsumsi Masyarakat Indonesia
          Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan I-2013 sebesar 6,2 persen persen dibanding tahun sebelumnya. Pertumbuhan ekonomi tersebut didorong oleh prospek pemulihan kinerja eksternal dan permintaan domestic yang kuat. Motor  penggerak pertumbuhan masih didominasi oleh konsumsi rumah tangga dan investasi. Pertumbuhan konsumsi masyarakat pada triwulan I-2013 sebesar 5,4 persen atau meningkat 0,2 persen disbanding tahun sebelumnya. Hal ini disebabkan kuatnya keyakinan konsumen dan peningkatan daya beli masyarakat.
Sedangkan untuk Provinsi Sumatera Selatan, kecenderungannya hampir sama. Bank Indonesia (BI) memprediksi perekonomian Sumatera Selatan pada triwulan II-2013 tumbuh lebih tinggi dibanding triwulan I-2013 yang mencapai 6,2 persen. Sumber utama pertumbuhan masih berasal dari konsumsi rumah tangga sebesar 7,3 persen.
Menurut penelitian CIDES (2013), peningkatan daya beli masyarakat dan tingginya kepercayaan konsumen mendorong perkembangan konsumsi masyarakat. Peningkatan jumlah kelas menengah juga ikut mendorong konsumsi masyarakat. Orang-orang yang memiliki pendapatan sekitar dua dolar per hari mencapai 45 persen dari jumlah penduduk. Dapat dibayangkan betapa besar peranan pengeluaran konsumsi rumah tangga dalam menyokong pertumbuhan ekonomi suatu daerah. Akan tetapi, pengeluaran konsumsi yang besar ini harus konsisten mendukung penggunaan produk dalam negeri. Sehingga perputaran uang tidak akan terlalu besar “lari” ke daerah atau Negara lain.
Tidaklah mengherankan jika Pemerintah berupaya memaksimalkan potensi daya beli masyarakat ini melalui gerakan mencintai produk dalam nageri. Disamping memang pemberlakuan  ASEAN Free Trade Area (AFTA) mulai dari 1 Januari 2010 lalu. Banyak manfaat yang diperoleh, tidak hanya konsumen tetapi juga untuk para produsen, karena produsen dapat memasarkan barang produksinya dengan harga yang lebih kompetitif juga dapat membuka akses ke-luar yang lebih besar lagi dengan pengenaan tarif yang relatif rendah. Untuk melindungi industry dalam negeri terhadap penguasaan dari pihak asing, maka pemerintah khususnya pemerintah daerah,disarankan untuk mengalokasikan dana dari APBD untuk mendukung Gerakan Cinta Produk Indonesia (GCPI). GCPI ini merupakan satu-satunya palang pintu untuk menghalangi produk asing dalam menguasai pasar dalam negeri terkait AFTA+China yang sudah diberlakukan mulai awal 2010.



 














Gambar 1.1. Siklus Gerakan Cinta Produk Dalam Negeri

            Salah satu Program yang sedang dijalankan pemerintah adalah Program Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN), yang merupakan upaya Pemerintah untuk mendorong masyarakat agar lebih menggunakan produk dalam negeri dibandingkan produk impor. Dalam rangka mengoptimalkan Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri dikeluarkan Inpres No 2 tahun 2009 tentang penggunaan produk dalam negeri, dimana inpres ini mengacu pada Kepres No 8 tahun 2003 tentang pedoman pelaksanaan pengadaan barang dan jasa yang belum dilaksanaka n secara maksimal dalam rangka meningkatkan P3DN dilingkungan instansi pemerintah. Kebijakan umum pemerintah dalam pengadaan barang dan jasa adalah meningkatkan penggunaan produksi dalam negeri, rancang bangun dan perekayasaan nasional yang sasarannya adalah memperluas lapangan kerja dan mengembangkan industri dalam negeri dalam rangka meningkatkan daya saing barang dan jasa produksi dalam negeri pada perdagangan internasional. Instansi pemerintah wajib memaksimalkan penggunaan barang/jasa hasil produksi dalam negeri termasuk rancang bangun dan perekayasaan nasional dalam pengadaan barang dan jasa dan memaksimalkan penggunaan penyedia barang dan jasa nasional.
Dalam Inpres No 2 tahun 2009 tentang penggunaan produk dalam negeri diinstruksikan agar memaksimalkan penggunaan barang dan jasa hasil produksi dalam negeri termasuk rancang bangun dan perekayasaan nasional serta penggunaan penyedia barang/jasa nasional. Memberikan preferensi harga untuk barang produksi dalam negeri dan penyedia jasa pemborongan nasional kepada perusahaan penyedia barang/jasa.

Tinjauan Program Cinta Produk Indonesia Berdasarkan Pada Pengembangan Masyarakat
Program ini pada dasarnya adalah suatu bentuk barrier to entry  penguasaan pasar dalam negeri oleh produk asing yang masuk di pasar Indonesia terkait AFTA+China. Pada nyatanya produk  Indonesia seringkali masih “terabaikan” di negeri sendiri. Meskipun disadari bersama bahwa cukup banyak produk dalam negeri yang memiliki kualitas yang tidak kalah dengan produk dari luar. Seringkali terlupa, bahwa cinta produk Indonesia berarti turut membantu menumbuhkan industri dalam negeri, bahkan secara langsung akan menggerakkan kegiatan pembelian produk dalam negeri, dan otomatis membantu bergeraknya roda perekonomian masyarakat, serta mengurangi ketergantungan terhadap pihak luar (negara-negara lain).
Upaya yang telah dilakukan pemerintah antara lain adalah dengan memperkenalkan berbagai produk kulit hasil produksi dalam negeri melalui kegiatan pameran di berbagai daerah. Gerakan mencintai produk dalam negeri akan sangat berguna untuk menumbuhkembangkan rasa nasionalisme. Saat kesemuanya terwujud, maka upaya pemberdayaan produk Indonesia supaya memiliki daya saing akan semakin terwujud nyata dan mampu bersaing di pasar sejagatan.
Upaya yang dilakukan oleh pemerintah ini perlu didukung oelh semua lapisan masyarakat. Sehingga ekquilibrium antara pemerintah, produsen dan konsumen dapat terjadi. Sekarang baru upaya dari sisi konsumen untuk mencintai produk dalam negeri  Ke depan produsen pun harus mengembangkan slogan “produsen cinta konsumen”. Perlakukan konsumen sebagai raja bukan sebagai objek mencari keuntungan semata. Dengan demikian, maka gerakan pemerintah ini akan menjadi holistik sifatnya. Semuanya harus saling melengkapi jika ingin roda perekonomian masyarakat Indonesia terus berputar, terutama bagi masyarakat yang menggantungkan hidupnya dari bidang industri kecil dan menengah.

Peningkatan Penggunaan Produksi Dalam Negeri: Apa solusinya?
Minimnya budaya inovasi dan minat terhadap produk dalam negeri akan mengancam industri lokal. Berdasar data Kementerian Negara Riset dan Teknologi yang mengutip data Bank Dunia daya serap teknologi di Indonesia tergolong rendah dibanding negara-negara lain di ASEAN dan Asia Pasifik tercatat,per 2006 daya serap teknologi di tingkat perusahaan Indonesia hanya meraih skor 4,5. Angka ini di bawah Filipina (4,9), China (5,1),Vietnam (5,2),Thailand (5,3), Malaysia (5,8), dan Korea Selatan (5,9). Dengan demikian, upaya lebih keras lagi untuk membudayakan inovasi dan cinta produk dalam negeri di masyarakat diperlukan. (Kompas, 2012)
Indonesia mungkin layak meniru trik inovasi Negara China dan Jepang melalui pola ATM  (Amati, Tiru dan Menambah). Inovasi tidak harus berupa penemuan baru. Produk dapat dikatakan inovatif dengan memodifikasi produk yang sudah ada dengan menambah ciri khas tersendiri melalui pertimbangan factor kualitas, fungsi, dan harga (Sato, 2012). Di Negara Jepang, gerakan mencintai poduk dalam negeri tidak serta merta terjadi. Tetapi butuh waktu 10 tahun sejak dimulai era 1960-an. Gerakan ini murni tumbuh berkembang di kalangan masyarakat yang kemudian didukung oleh pemerintah setempat.  Bentuk  dukungan pemerintah melalui kemudahan fasilitas kredit dan modal kerja bagi pengusaha local. Kesuksesan Jepang dalam membudayakan produk dalam negri bukan tanpa hambatan. Tidak sedikit produk yang gagal ketika dilakukan inovasi. Tetapi keuletan dan etos kerjalah yang pada akhirnya membuat gerakan tersebut berhasil.
Bagi Indonesia, upaya peningkatan penggunaan produk dalam negeri harus dilakukan dengan terlebih dahulu memetakan komoditi unggulan yang dimiliki. Produk unggulan tidak perlu banyak, bisa hanya satu atau beberapa untuk dijadikan ikon sukses Indonesia. Yang penting produk unggulan ini harus murni karya anak bangsa dengan merk dan ciri khas Indonesia. Jika sudah demikian, konsumen atau masyarakatlah yang memilih akan membeli produk yang mana. Jika sudah lebih berdaya saing,produk dalam negeri Indonesia bisa dipastikan akan diminati masyarakat. Dampak positifnya, industri lokal bisa menjadi raja di negeri sendiri. Indonesia harus bekerja keras untuk memunculkan produk inovatif dan unggulan. Karena saingan sudah semakin banyak, terutama saingan dari Negara China dan India. (Kompas, 2012).
Paradigma kita selaku warga Negara Indonesia, utamanya pelaku ekonomi harus diubah. Selama ini masyarakat Indonesia terkesan “nyeri” dan “kurang percaya diri” kalau mendengar kata “inovasi”.  Jika Indonesia ingin sukses dalam percaturan  perdagangan sejagatan, inovasi dan fortifikasi adalah hal mutlak yang harus dilakukan. Arus globalisasi sudah semakin tidak terbendung, upaya pertahanan harus dilakukan dengan membudayakan paradigm cinta produk dalam negeri dengan bukan hanya di bibir, tetapi terpatri mendalam di lubuk sanubari. Meski selama ini, disadari atau tidak,  Kita semua telah terperangkap dengan kebanggan memakai produk dari luar. Kita harus yakin mampu keluar dari perangkap tersebut. Pasar Indonesia yang sangat potensial dengan jumlah penduduk sekitar 230 juta jiwa serta melihat peluang Indonesia yang memiliki begitu banyak usaha kecil. Terutama pada barang-barang kreatif yang kemudian dapat menjadi komoditas ekspor ke mancanegara. Hal ini patut menjadi pertimbangan.

            Terdapat solusi untuk peningkatan penggunaan produk dalam negeri, antara lain:
1.    Optimalisasi Program P3DN Untuk Menumbuhkan Industri Dalam Negeri
Sistim Perdagangan yang semakin terbuka dengan tandem sejagatan ditandai dengan masuknya produk-produk Cina dan Asean lainnya secara bebas (ACFTA) membuat masing-masing Negara dituntut untuk mengoptimalkan sumber daya nya dalam menghasilkan produ-produk inovatif dan dapat bersaing di pasar local maupun global. Negara sangat bergantung pada daya saing daerah, sehingga perlu dikembangkan kompetensi inti daerah , karena kompetensi inti dapat menjadikan kunci keberhasilan dalam menentukan arah pembangunan sesuai dengan keunggulan daya saing yang dimiliki serta mencegah penggunaan sumber daya yang tidak efisien.
Sepuluh butir pengarahan Presiden RI tentang langkah-langkah menghadapi krisis keuangan dunia salah satunya adalah menggalakkan kembali penggunaan produk dalam negeri dalam rangka meningkatkan pasar domestik dan untuk dimanfaatkan sebesar besarnya oleh produk buatan Indonesia. Peningkatan penggunaan produksi dalam negeri dapat digunakan untuk menumbuhkan industri dan pada gilirannya akan menyerap tenaga kerja yang pada akhirnya akan mengurangi tingkat pengangguran (Fasochah, 2011: 3-4).

2.    Memetakan Potensi Pasar Produk Dalam Negeri
Memetakan potensi pasar P3DN menjadiu urgen sifatnya untuk selalu dilakukan. Tercatat selama ini ada beberapa sektor yang berpotensi yang bisa diandalkan dalam peningkatan produk dalam negeri antara lain:
  • Sektor Migas yang meliputi : Kontraktor Kontrak Kerja Sama(K3S).
  • Sektor Energi,yang meliputi: Pengadaan tabung LPG,Kompor Gas dan perlengkapannya; Program Pembangkit Tenaga Listrik.
  • Sektor Telekomunikasi,yang meliputi : Program Palapa Ring(Jaringan Fiber Optic); Program Broadband Wireless Access(BWG); Wimax (Koneksi Internet)
  • Sektor Pertahanan,yang meliputi: Pengadaan Alutsista
  • Sektor Kesehatan yang meliputi : Pengadaan alat kesehatan (ALKES)
  • Sektor Transportasi, yang meliputi: Kapal, Kendaraan Bermotor, Pesawat Terbang, Kereta Api.
  • Sektor Pakaian Dan Kelengkapan Kerja. Pada saat ini,penggunaan pakaian kerja dan sepatu beserta assesoris lainnya dilingkungan TNI/PNS dan Guru sudah banyak menggunakan produksi dalam negeri namun masih perlu didorong untuk dioptimalkan. Sebagai gambaran potensi Industri dalam negeri telah mampu memproduksi: Pakaian Kerja (Seragam) untuk TNI/POLRI/PNS/GURU,Perbankan, Hotel, Rumah Sakit dan Sekolah, Sepatu Kulit Formal /Kasual ,Sepatu Olah Raga, Sepatu Pengaman dan Sepatu TNI/POLRI beserta assessorisnya, dan Batik tulis/Cap.

Penggunaan seragam saat ini sudah semakin berkembang karena penggunaan seragam dapat mencerminkan identitas lembaga instansi, menjadi alat pemersatu, sebagai alat kontrol dan peningkatan disiplin serta melesterikan nilai-nilai budaya .
Bila dilihat dari potensi yang dapat menggunakan seragam antara lain PNS termasuk Guru (lebih kurang 4 juta),  Anak usia sekolah(lebih kurang 64 juta) diasumsikan 50% diantaranya sekolah (32 juta),TNI/POLRI(750 ribu) dan lainnya 3 juta berarti ada 39 juta 750 ribu yang berpotensi menggunakan seragam. Dengan asumsi masing-masing dalam satu tahun setiap orang menggunakan dua stell pakaian dan dua pasang sepatu maka secara nasional peluang pasar untuk produk garmen, pakaian jadi dan sepatu sangat besar. Apabila juga diwajibkan memakai kemeja /blous batik dua kali satu minggu , maka secara langsung akan menghidupkan industri batik yang
umumnya industri kecil menengah.

3.        Dukungan Dari Lembaga Pemerintah Dalam Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri.
Upaya Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri diperlukan dukungan dari beberapa pihak baik swasta maupun lembaga Pemerintah baik Pusat maupun Daerah serta BUMN/BUMD.Tanpa dukungan dari beberapa pihak peningkatan penggunaan produk dalam negeri tak ada artinya. Bentuk dukunag itu contohnya:
  • Dukungan Departemen Luar Negeri, dengan cara: 1) mewajibkan kepada seluruh PNS Pusat dan Perwakilan di luar negeri untuk menggunakan seragam termasuk alas kaki ,dan peralatan lainnya hasil produksi dalam negeri; 2) mengusulkan seragam batik produksi dalam negeri pada hari-hari tertentu setiap minggu kepada seluruh PNS di pusat maupun Perwakilan Luar Negeri; 3) mengusulkan penggunaan kendaraan produksi dalam negeri bagi kantor-kantor perwakilan di luar negeri.
  • Dukungan Departemen Dalam Negeri dengan cara: 1) mewajibkan untuk PNS Pusat untuk menggunakan seragam termasuk alas kaki dan peralatan lainnya hasil produksi dalam negeri; 2) mengusulkan penggunaan seragam batik hasil produksi dalam negeri pada hari-hari tertentu setiap minggu pada seluruh PNS; 3) membuat surat edaran kepada Gubernur/Bupati dan Walikota yang menegaskan kewajiban penggunaan seragam kerja hasil produksi dalam negeri bagi PNS termasuk Guru.
  • Dukungan Tentara Nasional Indonesia, dengan cara: 1) mewajibkan kepada seluruh anggota TNI untuk menggunakan seragam termasuk alas kaki dan perlengkapan lainnya hasil produksi dalam negeri; 2) mengusulkan penggunaan seragam batik hasil produksi dalam negeri pada hari-hari tertentu setiap minggu pada anggotanya.
  • Dukungan Polisi Republik Indonesia, dengan cara: 1) mewajibkan kepada seluruh PNS/POLRI untuk menggunakan seragam termasuk alas kaki dan perlengkapan lainnya yang diperlukan sejauh memungkinkannya hasil produksi dalam negeri; 2) mengusulkan penggunaan seragam batik produksi dalam negeri pada hari-hari tertentu setiap minggunya kepada seluruh PNS-POLRI maupun petugas yang tidak sedang wajib berpakaian seragam dalam tugas maupun petugas administrasi.
  • Dukungan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, dengan cara: 1) mewajibkan kepada seluruh siswa /pelajar untuk menggunakan seragam termasuk alas kaki dan perlengkapan lainnya hasil produksi dalam negeri; 2) mengusulkan penggunaan seragam batik hasil produksi dalam negeri pada hari-hari tertentu setiap minggu kepada seluruh siswa/pelajar seluruh Indonesia di dalam negeri dan perwakilan luar negeri; 3) mengusulkan peralatan kebutuhan belajar mengajar produksi dalam negeri bagi sekolahsekolah; 4) mengajak Guru-Guru termasuk yang tergabung dalam PGRI untuk menggunakan seragam termasuk alas kaki dan perlengkapan lainnya hasil produksi dalam negeri
  • Dukungan Lembaga kebijakan Pemerintah dengan cara membuat kebijakan pemerintah yang mengoptimalkan penggunaan hasil produksi dalam negeri.
  • Dukungan dari Pihak Swasta (Hotel,Perbankan, Rumah Sakit, Pabrik, dan lain-lain) dengan cara: 1) mewajibkan seluruh karyawannya untuk menggunakan seragam hasil produksi dalam negeri termasuk alas kaki dan perlengkapan lainnya; 2) mewajibkan kepada seluruh karyawannya untuk menggunakan seragam batik hasil produksi dalam negeri pada hari-hari tertentu setiap minggunya

Selain dukungan dari pihak-pihak tersebut diatas diharapkan kepada seluruh
masyarakat Indonesia untuk mendukung hasil produk dalam negeri dan menggunakan hasil produksi dalam negeri dalam segala hal kebutuhannya, dengan semboyan “ Aku Bangga Menggunakan Produk Buatan Indonesia”. Semoga dengan cara seperti ini produk lokal Indonesia dapat menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Utamanya pengharapan adanya wujud nyata peningkatan  produk dalam negeri kiranya tidak hanya menjadi “harapan semu”, akan tetapi mesti dan wajib menemui muara akhir sesuai dengan yang diharapkan bersama.


Simpulan
Upaya peningkatan penggunaan produk dalam negeri adalah hal yang urgen sifatnya untuk terus menerus dilakukan. Hal ini merupakan suatu solusi untuk menggairahkan produk domestik yang akan membuka ladang kesempatan kerja bagi masyarakat banyak, sehingga akan berdampak pada pengurangan pengangguran, naiknya income perkapita masyarakat serta laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi bagi suatu Negara, Indonesia pada khususnya.



Referensi
Badan Pusat Statistik Sumsel, 2013
Bank Indonesia, Kinerja Ekonomi Regional Sumsel 2013
Bisnis Indonesia,Industri Nasional perlu Adopsi KonsepTechnovation,20 April 2009
CIDES, 2013
Departemen Perindustrian,Kondisi Saat ini dan Langkah-Langkah Antisipasi Sektor Industri Menghadapi Krisis Global,April 2009.
Departemen Perindustrian, Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri, April 2009.
Fasochah, Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN) dalam Menghadapi Dampak Krisis Global, makalah, 2011
INPRES, No 2 Th 2009, tentang Penggunaan Produk Dalam Negeri Dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
KEPRES,No 80 Th 2003, Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Kompas, 2010, 2011, 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar